Translate This Blog

Minggu, 02 Oktober 2011

Review Harry Potter the Deathly Hallows: Part 2

Harry Potter and The Deathly Hallows: Part 2 merupakan final battle antara Hogward vs Voldemort. Dalam game ini gamer akan bermain sebagai Harry dan beberapa karakter penting lainnya dalam usahanya mencari Horcrux yang tersisa, agar dapat menghancurkan Voldemort. Dalam permainan, gamer akan melakukan berbagai misi di beberapa lokasi seperti menyusup ke Gringotts Wizarding Bank untuk mencari Hocrux, mempertahankan Hogwarts melawan pasukan Dark Forces, atau meloloskan diri dari mantera Fiendfyre saat berada di Room of Requirement. Misi ini akan berakhir di Hogwarts, di mana gamer harus melakukan duel pamungkas antara Harry melawan Voldemort untuk yang terakhir kalinya.



Secara seri pertamanya, gameplay dari permainan ini mengadaptasi elemen dasar dari Gears of War yang lebih menekankan pada aksi tembak menembak dan menerapkan cover system. Dalam permainan ini tongkat sihir diibaratkan sebuah pistol, dan Harry dapat menggunakannya untuk menembaki musuh. Seperti halnya game Gears of War yang dapat gonta-ganti senjata, game ini pun demikian. Namun bukan berganti senjata, melainkan melakukan pergantian spell untuk menghasilkan efek yang berbeda-beda. Dalam permainan ini mantra Stupefy adalah serangan pistol, lalu mantra Expulso adalah serangan cepat bertubi-tubi ibarat machine gun, serta mantra Confringo yang diibaratkan grenade launcher. Saat menghindari serangan musuh, dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan menggunakan sihir untuk membuat sistem perlindungan, atau memanfaatkan kondisi lingkungan. Gamer bisa juga mengubah pertahanan menjadi serangan, misalnya saat membuat perisai dari pohon, meja, atau patung, gamer dapat melemparkannya pada musuh.



Sekilas apa yang disajikan dalam permainan ini terlihat menarik untuk dimainkan, namun sayangnya versi gamenya ini tidak berhasil menyuguhkan momen dramatis dan kejutan seperti apa yang tersaji dalam versi filmnya. Bisa dikatakan game ini gagal membangun ketegangan dan daya tarik pada saat memainkannya, dan ini merupakan kesalahan utama game ini. Tidak peduli gamer berperan menjadi siapa, gamer hanya melakukan hal yang sama berulang-ulang dalam setiap levelnya: berjalan ke suatu area, tiba-tiba muncul Death Eaters menyerang, berlindung sambil menyerang musuh, membunuh sekitar tiga gelombang dari mereka, maju ke area berikutnya, tiba di area baru lagi, ketemu musuh.. dan seterusnya. Melakukan hal yang sama berulang-ulang tentunya cukup membosankan dan melelahkan, bahkan boss musuh yang ada dalam permainan ini pun tidak cukup membantu.

Hal ini diperparah dengan kurangnya unsur eksplorasi dalam permainan ini, membuat game ini tak lebih menjadi cover-based third-person shooter game saja. Namun yang lebih pahit adalah begitu singkatnya durasi permainan ini di mana bagian ke 2 ini bisa ditamatkan tanpa banyak kesulitan hanya dalam waktu 3 – 4 jam saja! dan hal ini tentunya tak sebanding dengan budget yang kita keluarkan untuk membeli game ini. Meskipun demikian, game ini masih memiliki hal yang menarik, terutama saat kita mengeluarkan tembakan spell. Masing-masing spell memiliki tampilan dan fungsi yang unik, dan gamer dengan mudah dapat berganti serangan hanya dengan menekan 3 tombol yang berbeda. Selain itu, game ini memiliki tampilan grafis yang mengagumkan dengan model karakter yang mirip dengan versi layar lebarnya. (Fahmy)

0 komentar:

Posting Komentar

Dilarang Spam